KEPRIBADIAN GURU PAK DALAM MENGAJAR DAN MENDIDIK ANAK
Serly Babang Loti
Abstrak
Ada orang yang menganggap
bahwa profesi sebagai guru PAK rendah sehingga banyak yang tidak menjalankan
tugas dan tanggungjawab yang telah dipercayakan kepadanya. Walaupun profesi ini dipandang rendah tetapi
sebenarnya memiliki tugas dan tanggungjawab yang berat. Mereka adalah pengajar kebenaran firman Allah
yang hidup. Oleh karena itu guru PAK
belajar dari teladan Tuhan Yesus Sang Guru Agung, di mana Dia yang mulia juga
telah direndahkan demi keselamatan umatNya.
Walaupun guru PAK direndahkan tetap menyampaikan kebenaran Firman Allah
demi masa depan anak didik di dalam Tuhan.
Guru PAK yang tidak menjalankan tugas dan tanggungjawabnya serta tidak
mengikuti teladan Tuhan Yesus Sang Guru Agung akan membawa dampak yang sangat
buruk bagi anak didiknya, karena mereka memutarbalikan kebenaran Firman Allah
untuk kepentingan sendiri. Tetapi guru
PAK yang bijaksana akan tunduk di bawah otoritas Firman Allah yang hidup yaitu
Kristus memiliki sikap yang takut akan Tuhan, integritas, hamba dan rela
berkorban. Guru PAK adalah alat di tangan Tuhan
dalam mengajar kebenaran firman Allah kepada anak didiknya.
Kata kunci
: Guru Agung, sikap guru agama.
mendidik anak
PENDAHULUAN
Guru merupakan unsur penting dalam proses
belajar mengajar di bidang Pendidikan, serta memiliki tanggung jawab yang
besar. Guru adalah Pembimbing anak didik
untuk mengenal dan memahami semua yang berkaitan dengan pendidikan. Profesi
guru sangat penting untuk pelaksanaan proses belajar mengajar khususnya dalam
mendidik dan mengajar. Guru Pendidikan Agama Kristen (PAK)
merupakan bagian dari profesi guru pada umumnya. Menjadi guru PAK merupakan suatu profesi yang
memiliki tanggung jawab yang penting.
Oleh karena itu, seorang yang memiliki jabatan sebagai pendidik adalah
seorang yang profesional dalam melaksanakan tugasnya. Firman Tuhan menegaskan bahwa tugas seorang
guru sangat berat karena ia akan mempertanggungjawabkan tugas tersebut di hadapan Tuhan (Yak.
3:1). Namun beratnya tuntutan guru, tidak
berarti seorang yang telah menjadi guru dapat melarikan diri dari tugas dan tanggungjawab yang
Tuhan berikan. Sebaliknya firman Tuhan mengingatkan dan
mendorong supaya setiap guru PAK
mempunyai kesadaran dalam menjalankan tugas dan tanggungjawabnya serta
terus mengembangkan kompetensinya secara berkesinambungan.
Tugas guru Pendidikan Agama Kristen tidaklah gampang meskipun sekarang ini
banyak yang beranggapan bahwa profesi tersebut tidak populer, tetapi tugas dan tanggung
jawab guru PAK sangat berat karena ia dipanggil untuk mengajar, mendidik dan
membimbing anak didik menuju pribadi yang dewasa. Panggilan menjadi guru PAK bukanlah suatu
tuntutan kebutuhan hidup, melainkan panggilan untuk bertumbuh ke arah
pengenalan kepada Yesus Kristus sebagai Guru Agung dan sebagai pribadi yang
mencintai panggilannya. Dalam melaksanakan tugas sebagai guru
PAK bukanlah sekedar rutinitas pekerjaan atau sarana untuk mendapatkan imbalan dan mencari nafkah
karena tugas guru bukan hanya mengajarkan pengetahuan isi Alkitab tetapi
berkenaan kepribadian guru PAK, yang menerima Yesus Kristus sebagai Juruselamat pribadinya, mengalami
kelahiran baru, memiliki pertobatan dan memiliki iman yang dewasa kepada Allah.
Kualitas
kepribadian guru PAK, juga penting sekali.
Karena kepribadian guru PAK juga berpengaruh dalam mendidik anak. Bagaimana ia dapat mengajarkan kebenaran
sedangkan kepribadiannya tidak mencerminkan kebenaran itu. Kalau seorang guru PAK memiliki kepribadian yang belum beres
atau tidak sesuai dengan kedudukan dan kewajiban sebagai seorang pendidik, maka
pribadinya yang tidak baik akan merusak orang lain, sekalipun ia memiliki teori
pendidikan yang sangat baik, terus menerus keluar dari mulutnya.[1] Seorang guru Pendidikan Agama Kristen adalah
seorang yang di dalam dirinya sendiri memiliki keyakinan, kepercayaan yang
teguh, ibadah yang beres, memiliki sifat moral dan hidup kesucian, kebajikan
yang sesuai dengan agamanya, sehingga ia mengerjakan segala sesuatu dengan
bertanggung jawab untuk kekekalan.[2]
Kepribadian seorang guru PAK sangat mempengaruhi pengajaran dan caranya
dalam mendidik anak yang belum memiliki kepribadian yang dewasa, sulit menjadi
teladan dalam melaksanakan tugasnya untuk menolong dan membimbing anak didik
mengenal kebenaran. Guru bukan hanya mengajar
dan mendidik anak didik dalam hal pengetahuan saja tetapi guru juga menunjukkan
keteladanan dalam sikap dan tingkah laku selaku guru PAK, kepada anak
didik karena guru adalah panutan dan
teladan yang baik dalam kehidupan anak didik di sekolah. Guru Pendidikan Agama Kristen menentukan dasar
atau pondasi bagi pengembangan kepribadian siswa, oleh karena prinsip belajar
melalui keteladanan sangat penting sehingga peserta didik tidak hanya kaya
dalam pengetahuan agama tetapi mengalami, menyaksikan dan meneladani sikap guru
agamanya yang menjadi panutan bagi sikap dan perilakunya.[3]
SIKAP GURU AGAMA
Rendah
hati
Seorang guru harus memiliki
kepribadian yang baik dan rendah hati.
Meskipun guru tersebut berpendidikan tinggi tetapi kalau kelakuannya
tidak baik dan sombong, maka semua yang diajarkan sia-sia. Sebelum mengajari
orang lain guru harus mempraktekkannya terlebih dahulu, karena kepribadiannya
mempengaruhi anak didiknya. Guru yang
memiliki kepribadian yang baik mencerminkan jati diri sebagai guru PAK. Dengan demikian, menjadi seorang guru PAK
harus profesional dalam menjalankan tugas dan tanggung jawab dengan
memperhatikan kepribadiannya juga, tanpa kepribadian yang beres dan tanpa
teladan bagi anak didik, sulit diharapkan menjadi guru yang profesional
Takut
Kepada Tuhan
Sikap takut kepada Tuhan merupakan sikap dasar orang percaya memberi
hormat dan memuliakan nama Tuhan. Sikap
takut ini harus ada dalam diri guru PAK, karena mereka yang memberi teladan
kepada anak didik. Rasa takut ini
berbeda dengan rasa ketakutan yang ada pada manusia secara umum. Rasa takut kepada Tuhan berasal dari Tuhan
sendiri yang melampaui akal manusia.
“Takut akan Allah berarti kegentaran yang penuh kasih, yang oleh Anak
Allah menaklukkan dirinya kepada hukum Allah dengan penuh keunggulan serta
kerendahan hati”.[4]
Rasa takut yang penuh kasih ini wajib dimiliki oleh
guru PAK. Orang yang hidup takut kepada
Tuhan pasti mempunyai sikap rendah hati karena hidupnya hanya memuliakan
Tuhan. Kita harus takut akan Dia. Dengan
kata lain, kita harus menghargai perasaan gentar akibat kemuliaan dan
kesempurnaan-Nya yang tak terbatas, sesuai dengan wahyu yang Ia nyatakan
melalui karya dan firman-Nya yang meyakinkan kita bahwa persetujuan-Nya adalah
berkat terbesar dan penolakan-Nya adalah celaka besar.[5] Sifat takut kepada Tuhan mengajarkan untuk
hidup berkenan di hadapan Tuhan, sesuai
dengan firmanNya yang telah dinyatakan kepada umatNya dan gentar berarti takut
yang penuh hormat dan tunduk pada kehendak Allah. Hal inilah yang diajarkan guru PAK kepada
anak didik, supaya anak didik hidup taat dan dapat memuliakan Allah dalam
kehidupan dengan penuh sucakita dan bertanggung jawab. Anak
didik perlu diajar bagaimana sikap tunduk dan hormat kepada Tuhan, taat
kepada perintah-Nya dan setia di dalam pengajaran Tuhan. Hidup anak Tuhan hanya untuk memuliakan
Dia yang telah memberinya sikap takut kepadanya, tanpa Tuhan menyatakan dalam
hati umatNya, umatNya akan hidup dalam kekerasan hati. Tugas guru PAK sebagai alat di tangan Tuhan
di dunia ini adalah mengajar anak didik untuk hidup takut akan Tuhan. Mengajar anak didik bagaimana bersikap tunduk
dan hormat kepada Tuhan, karena Dialah Pencipta dan Penghibur setiap orang yang
percaya kepada-Nya. Guru PAK tiada hentinya
untuk mengajar anak didik takut dan tunduk terhadap perintah Tuhan. Guru PAK yang bersandar kepada kekuatan Allah
akan dimampukan untuk mengajar anak didik untuk tunduk kepada firman
Tuhan. Sehingga dalam hidup anak didik
hanya memuliakan dan bersekutu dengan Tuhan.
Sebagaimana Firman Tuhan mengatakan “Didiklah orang muda menurut jalan
yang patut baginya, maka pada masa tuanya pun ia tidak akan menyimpang dari
pada jalan itu”(Amsal 22:6). Demikian guru
PAK mengajar anak didik supaya Tuhan
menaruh hati yang tunduk dan hormat dalam hati mereka. Ketakutan yang kudus adalah dampak dari
pengenalan orang percaya akan Allah yang hidup.
Orang biasa tidak akan mempunyai ketakutan yang didorong oleh
penghormatan kepada Allah. Pada pihak
lain, ketakutan yang kudus adalah pemberian Allah, yang memampukan orang takut
sekaligus menghormati kekuasaan Allah, menaati perintah-perintah-Nya, membenci
sambil menjauhkan diri dari semua bentuk kejahatan. Lagipula takut akan TUHAN adalah permulaan
hikmat, rahasia kelurusan hati, ciri umat yang disenangi Allah.[6] Sikap takut kepadaNya merupakan suatu
perintah dari Tuhan. Sikap takut yang
kudus merupakan pemberian Allah kepada mereka yang berkenan di hadapan Allah.
Guru PAK mengajar anak didik bersikap tunduk dan hormat kepada Tuhan.
Guru PAK mengajar anak didik
memberi teladan dalam hal ketaatan berdoa kepada Tuhan, membaca Firman Tuhan setiap hari dan selalu
memohon pertolongan Tuhan dalam melakukan aktivitas setiap hari. “Takut akan Allah adalah suatu kualitas
dasar dari orang-orang yang mempunyai pengenalan dari pengalaman tentang siapa
Dia. Takut akan Tuhan tampak sebagai
suatu perbedaan dengan perbuatan-perbuatan berdosa.”[7] “Takut akan Tuhan itu suci, tetap ada untuk
selamanya. Hal ini lebih merupakan
sebuah sikap hati dari seorang yang
hidup menaati Firman Tuhan.”[8] Hal-hal seperti itulah yang guru PAK
ajarkan kepada anak didik, dengan pertolongan Roh Kudus, menerapkan dalam hati
anak didik sehingga dapat hidup takut dan hormat kepada Tuhan.
Memiliki Integritas
Integritas
adalah kosistensi antara perkataan dan perbuatan yang menjadi teladan bagi
peserta didik. Seorang guru harus menunjukkan bahwa hidupnya menjadi teladan
bagi peserta didik. Kesamaan antara kata dan perbuatan dalam hidup
seorang guru khususnya guru pendidikan agama Kristen menjadi teladan bagi
peserta didik untuk mengalami perubahan dalam hidup sesuai dengan kebenaran
firman Tuhan. Orang yang memiliki integritas
adalah orang yang antara perkataan dan perbuatan selaras, melakukan apa yang
diajarkan dan mengajarkan apa yang dia lakukan.[9]
Kristus
memiliki integritas tinggi, perkataan dan perbuatan-Nya selalu selaras dan seimbang, begitu pula dengan guru PAK harus
mempunyai integritas. Integritas seorang
guru PAK adalah konsistensi antara kata-kata dan perbuatan yang menjadi teladan
bagi anak didik.[10] Guru
yang tugasnya mengajar, mendidik anak didik dengan penuh kasih dan
kerendahan hati. Hal itu harus
dinyatakan melalui perbuatan sehingga menjadi panutan dan teladan bagi anak didik. “Sebagai teladan, tentu pribadi dan apa yang dilakukan guru akan mendapat
sorotan peserta didik serta orang di sekitar lingkungannya yang menganggap atau
mengakuinya sebagai guru”.[11] Tugas guru PAK adalah mengajar, membentuk, menghantar seseorang mengenal
kasih Allah yang nyata dalam Yesus Kristus, sehingga dengan pimpinan Roh Kudus,
ia datang dalam persekutuan pribadi dengan Tuhan. Apa yang diajarkan harus dinyatakan dalam
kehidupannya. Hal ini dinyatakan dalam
kasihnya kepada Allah dan sesamanya manusia yang dihayati dalam hidupnya
sehari-hari, baik dengan kata-kata maupun dengan perbuatan selaku anggota tubuh
Kristus.[12] Tanpa keteladanan, ajaran kita akan kehilangan otoritasnya sehingga
kita dicemooh oleh anak dan dianggap munafik.
Tanpa keteladanan, anak akan kecewa, kehilangan figur, atau akan
melakukan bukan yang diajarkan, tetapi apa yang kita lakukan, sebab anak adalah
peniru ulung.[13]
“Teladan adalah suatu sikap,
perkataan dan perbuatan yang baik, yang dimiliki seseorang, yang patut
diteladani oleh orang-orang lain.
Teladan sangat berpengaruh dalam diri seseorang terlebih guru PAK. Jika guru PAK tidak menjadi menjadi teladan
bagi anak didik, maka semua pengajarannya sia-sia, tidak sesuai dengan apa yang
dilakukannya. Keteladanan membutuhkan pengorbanan, kerendahan hati, kemauan dan kerja keras”.[14]
“Jadi
guru PAK belajar dari
Kristus, Dia adalah Guru Agung yang menjadi teladan yang sempurna telah merendahkan diri dan mengorbankan nyawa
bagi umatNya, Dia yang memampukan guru PAK menjadi teladan bagi anak
didik. Yesus mengatakan ikutlah
teladanKu”.[15] Jadi guru PAK harus mengikuti-Nya, baik dalam
perkataan maupun dalam perbuatannya.
Guru PAK yang baik memiliki kedewasaan rohani
sehingga ia dimampukan oleh Roh Kudus menuntun anak didik kedewasaan dalam Kristus, karena orang
percaya harus selalu mau dipimpin dan dipenuhi oleh Roh Kudus (Ef. 5:18; Gal. 5:16,
18,25). Guru PAK memperlihatkan perilaku dan teladan yang baik
kepada anak didik, karena bagaimana anak didiknya disiplin kalau gurunya tidak
menunjukkan sikap disiplin. Jika teladan
seorang guru PAK buram atau tidak jelas, maka apa yang diajarkannya sulit
diterima oleh anak didik. Apa yang
diajarkan kepada anak didiknya harus sesuai dengan sikap dan perilaku guru PAK
dalam hidupnya, dengan meminta pertolongan Roh Kudus memampukannya supaya
menjadi teladan dan panutan yang baik dan benar di mata anak didik. Sehubungan dengan peran guru PAK harus
mengajar kebenaran Kristus dan kehidupan Kristen, maka Ia harus menghayatinya
dalam kehidupannya sendiri. Ia harus
memberikan teladan bagi mereka yang dibinanya.
Supaya menolong orang hidup dalam disiplin kehidupan Kristen, guru itu sendiri harus mempraktekkannya. Seorang guru PAK harus peka terhadap orang
lain. Ia berkomunikasi dengan orang lain
dengan perkataannya, sikapnya, dan perbuatannya yang benar.[16]
Guru PAK
mengajarkan kebenaran yakni Kristus, tentu ia menjadi teladan yang baik dan
benar di mata anak didik. Karena itu
guru bertanggungjawab untuk menghubungkan kebenaran-kebenaran yang diajarkannya
itu dengan kehidupam sehari-hari murid-muridnya, agar menolong mereka menjadi
pelaku firman dan bukan pendengar saja (Yak. 1:22). Seorang guru PAK harus percaya akan otoritas
Alkitab sebagai Firman Allah, Alkitab tidak keliru dan memiliki
infabilitas. Pandangan dan sikap
terhadap Alkitab sebagai Firman Allah menentukan tujuan PAK, karena Alkitablah
yang harus menjadi sumber pengajaran bagi seorang guru PAK.[17]
Seorang
guru PAK harus menyadari akan otoritas Firman Allah dalam hati dan
hidupnya, bahwa melalui firman Allah
saja ia mengenal diri sebagai orang berdosa dan ia mengenal Kristus
sebagai Tuhan dan Juruselamatnya, maka ia harus menjadi contoh dan teladan
serta memahami firman Allah karena firman Allah adalah sumber pengajaran bagi
guru PAK dan bukan hanya mengajarkan kepada anak didik saja tetapi juga sebagai
pelaku firman. “Tidak mungkin ada orang
yang bisa membangun Pendidikan Agama Kristen secara baik tanpa fondasi yang
benar. Dari sudut pandang Kristen
melihat dengan jelas pondasi itu, karena
fondasi itu telah ditetapkan dan telah diberikan secara pasti, yaitu Kristus”.[18] Karena
tanpa pertolongan Roh Kudus seorang guru PAK tidak mampu membangun
pondasi yang baik dan benar. Semua ini
dapat dilakukan jika guru PAK menyerahkan diri sepenuhnya kepada pimpinan dan
penyertaan Kristus yang adalah fondasi kebenaran itu, dan yang telah memberi
teladan. Guru PAK perlu belajar dari
Kristus bagaimana Ia menjadi Guru, bagaimana Ia mengajar dan menjadi
teladan, sehingga guru PAK menjadikan
dirinya sebagai pribadi yang mengenal dan mengandalkan Kristus dalam hidupnya
baik dalam perkataan maupun dalam perbuatannya.
Seorang guru PAK haruslah memiliki karakter dan
integritas yang baik serta bertindak dan bersikap sesuai dengan ajaran yang
telah disampaikan kepada anak didiknya.
Sebab, setiap anak didik cenderung termotivasi melakukan hal yang baik,
ketika melihat gurunya menjadi panutan serta melakukan hal demikian. Oleh karena itu, guru PAK harus mampu menjadi
teladan dan memiliki kedekatan bagi anak didik dalam seluruh kehidupannya. Sehingga guru PAK menjadi teladan tidak saja dalam perkataan tetapi juga
perbuatan dan tingkah lakunya seperti
yang telah diajarkan oleh Tuhan Yesus Sang Guru Agung.
Melayani sebagai hamba
Kristus telah memberikan teladan pelayanan, di
mana dengan kerendahan hati Dia melayani murid-murid-Nya dengan membasuh kaki
mereka, layak seorang hamba. Guru PAK
hendaknya mengikuti teladan pelayanan Kristus, di mana dalam pelayanan harus
disertai kerendahan hati tanpa mengejar kedudukan yang tinggi, sehingga dalam kitab Markus juga menjelaskan
bahwa barang siapa ingin menjadi besar di antara kamu, hendaklah ia menjadi
pelayanmu, dan barang siapa ingin menjadi yang terkemuka di antara kamu,
hendaklah ia menjadi hamba untuk semuanya (Mark. 10:43-44). Kebesaran
seorang guru PAK bukan karena jabatan dan statusnya sebagai guru
PAK. Akan tetapi kualitas pelayanannya
dan adanya kerendahan hati serta dengan penuh kasih seperti seorang hamba yang
melayani tuannya. Kerendahan hati bukan rendah diri, melainkan sikap rela
berkorban demi kepentingan orang lain.
“Sikap rendah hati adalah sikap dan perilaku yang memandang orang lain
penting, perlu dihargai dan dihormati.
Rendah hati juga sikap
menempatkan diri tidak lebih tinggi dari orang lain”.[19] Kerendahan hati bukan berarti merasa kecil
dan tidak berguna-seperti perasaan rendah diri.
Kerendahan hati adalah merasa betapa besar dan mulianya Allah, kita
melihat bahwa diri kita sendiri dan dalam terang itu. kerendahan hati menurut Kitab Suci adalah
buah dari anugerah, bukan buah dari rasa takut.
Kasih Allah-lah yang membuat manusia sungguh-sungguh rendah hati.[20]
Seorang guru PAK memiliki sifat kerendahan hati
sebagaimana yang ada dalam Kristus dan rela berkorban serta siap sedia mengajar
dan mendidik anak didiknya, seperti
seorang hamba melayani tuannya. Hamba
adalah seorang yang seharusnya hidupnya diwujudkan dengan pelayanan. “Seorang hamba yang dipanggil oleh Tuhan
dalam pelayananNya adalah bebas, milik Tuhan.
Demikian pula orang bebas dipanggil Kristus adalah hamba-Nya”.[21] Jadi hamba Tuhan yang memiliki profesi sebagai
guru PAK, ia adalah hamba Tuhan yang dipanggil untuk mengajar anak didiknya
dengan penuh kerendahan hati dan kasih yang ada dalam kasih Kristus.
Kata hamba dalam bahasa Yunani dari kata doulos, douleo. Kata hamba menggambarkan bahwa “semula
menghamba pada pelbagai kuasa jahat dan dosa, dibebaskan oleh Kristus supaya
bisa menghamba kepada Kristus (Gal. 4: 1-11)”.[22] Guru PAK sebelum menjadi hamba Kristus, dulunya
adalah hamba dosa, ketika Kristus telah menebus dan membebaskan dari dosa dan
Kristus melahirbarukan, sehingga dipanggil menjadi hamba-Nya untuk
melayani. Orang yang telah dipanggil-Nya adalah milik-Nya
karena dia melayani untuk Tuhan.
Guru PAK dipilih dan dipanggil oleh Allah untuk
melayani Dia. Dalam pelayanannya selalu
seiring dengan perkataan dan perbuatannya dan hidupnya kudus. Guru PAK yang terpanggil untuk melayani
melalui mengajar telah diberi karunia mengajar oleh Tuhan dan dalam
pelayanannya Tuhan tidak pernah meninggalkan hambaNya berjalan sendiri. “Dia memanggil orang-orang untuk mengajar dan
melengkapi mereka dengan karunia rohaniah yang memberi kesanggupan guru
bertanggung jawab menjalankan dan memperkembangkan karunia-karunia tersebut”.[23]
Guru PAK
yang telah dipanggil oleh Tuhan, tentu dibekali dan
diperlengkapi oleh Kristus sama seperti Kristus membekali dan mempersiapkan
murid-murid-Nya sebelum Ia naik ke sorga.
Kristus menyertai umat-Nya dalam menjalankan tugas dengan pencurahan dan
penyertaan Roh Kudus kepada hamba-hamba-Nya dalam pelayanan. Tuhan Yesus pernah berkata: Aku akan meninggalkan kamu, tetapi Aku akan
meminta kepada Bapa supaya Ia mengirimkan Roh Kudus kepada kamu dan kalau Roh
Kudus itu datang, Ia akan mengajar dan memimpinmu masuk ke dalam seluruh
kebenaran (Yoh. 14:16-17, 26; 16:13).
Inilah bukti bahwa Yesus adalah Guru yang Agung dan menjadi teladan yang
baik sebagai Guru, yang tidak membiarkan
anak-anak-Nya sendiri.
Rela berkorban
Ketika Yesus berada di dunia, Ia memberikan teladan yang sempurna dalam
hal rela berkorban. Ia mendahulukan kehendak Allah di atas keinginan dan
kenyamanannya sendiri (Yoh. 5:30). Dengan tetap setia sampai mati di kayu salib, Ia membuktikan bahwa Ia bersedia mengorbankan nyawaNya, Dia yang mulia rela turun ke dunia mengambil rupa sebagai hamba demi keselamatan umatNya, (Flp.
2:8). “Seperti Kristus, Allah menjadi
manusia bahkan menghamba untuk menebus umat manusia dan Ia rela untuk
mengajarkan tentang kerendahan hati, pengorbanan dan menjadi pelayan yang baik
dengan membasuh kaki murid-muridNya.
Pekerjaan seorang budak pun Ia kerjakan”.[24] “Kristus telah memberi teladan dalam hal
berkorban. Kristus sebagai Allah rela
turun ke dunia untuk menebus dosa umatNya dan mengajarkan tentang diriNya. Ia mengosongkan diriNya menjadi manusia, dan
merendahkan diriNya dengan mengambil rupa seorang hamba, mengenakan handuk
untuk membasuh kaki para muridNya”.[25] Inilah bukti kasih Kristus umatNya, “nyawaNya
sendiri yang menjadi yang menjadi tebusan, pada kerelaanNya untuk melayani
daripada dilayani, pada banyak orang yang akan mendapatkan keselamatan dari
tebusan yang diberikanNya”.[26] Kristus tidak memikirkan kenyamanan sebagai
Allah, tetapi Ia rela berkorban melalui nyawaNya sendiri untuk menjadi tebusan
bagi umatNya. “Kristus sendiri telah
menderita dan berkorban, untuk kehidupan manusia”.[27] Karena begitu besar kasih Kristus terhadap
umatNya, Ia rela meninggalkan kemuliaan demi keselamatan umatNya. Tuhan Yesus begitu mengasihi umat-Nya,
kasih-Nya yang besar membuat Dia rela mati bagi mereka. Paulus menjelaskan bahwa tujuan kedatangan
Kristus ke dalam dunia ini yaitu untuk menyelamatkan manusia dan mendamaikan
manusia dengan Allah, dan hal ini diwujudkan dalam diri Kristus yaitu dengan
mengorbankan diri-Nya dan mati bagi mereka (Ef. 2:14-15). Semua garis hidup Tuhan Yesus menuju salib. Seluruh hidup Tuhan Yesus diliputi oleh bayangan
salib, sejak lahir-Nya sampai mati-Nya.
Ketika Dia dilahirkan sebagai anak yang miskin, sebagai anak dari
keturunan yang telah merosot derajatnya, sebagai anak suatu bangsa yang tidak
mempunyai hak-hak lagi. Di sekitar kelahiranNya yang ajaib itu terdengar
suara-suara yang mencemarkan nama-Nya.
Sejak waktu itu juga ternyata bahwa maksud kedatangan Kristus ke dunia
ialah untuk menanggung kemiskinan, kemerosotan derajat dan kecemaran hidup
kita. Dia datang untuk mengorbankan diri-Nya.[28]
Kedatangan Kristus ke dunia ini demi umat-Nya
yang dikasihi-Nya. Dia rela menderita
mengorbankan diri-Nya dan menanggung murka Allah atas dosa umat-Nya serta
seluruh kehidupan Kristus di dunia ini menuju pada salib. Sebab di dalam Dia dan darah-Nya kita beroleh
penebusan, yaitu pengampunan dosa, menurut kekayaan kasih karunia-Nya (Ef.1:7).
Sikap rela berkorban adalah sikap yang
mencerminkan adanya kesediaan dan keikhlasan memberikan sesuatu yang dimiliki
untuk orang lain, walaupun akan menimbulkan penderitaan bagi diri sendiri.
Dalam pengertian yang lebih sederhana, rela berkorban adalah sikap dan perilaku
yang tindakannya dilakukan dengan ikhlas serta mendahulukan kepentingan orang
lain dari pada kepentingan diri sendiri.[29] Jadi sikap rela berkorban adalah sikap yang
mengorbankan kepentingannya sendiri demi kepentingan orang lain, lebih
mengutamakan kepentingan orang lain daripada kepentingannya sendiri dengan
ikhlas. Kristus telah berbuat demikian
sekaligus Ia memberi teladan kepada umatNya yaitu Kristus telah mengorbankan
diri, menderita, taat sampai mati di kayu salib demi keselamatan umatNya. Sikap rela berkorban juga dimiliki oleh
bapa-bapa leluhur dalam Alkitab. Seperti
yang terdapat dalam Ibrani 1, tercatat tokoh-tokoh iman. Mereka adalah orang-orang yang bekerja dan
berkorban seturut dengan perintah Tuhan.
Mereka rela mengorbankan kemauan, kesenangan, kenikmatan diri sendiri
demi kehendak dan kerajaan Tuhan, untuk menggenapkan pekerjaan yang Tuhan
percayakan kepadanya.[30] Para tokoh-tokoh iman ini rela segala kepentingan
mereka demi pelayanan untuk Tuhan yang telah dipercayakan kepada mereka.
Rela berkorban ini mencakup banyak hal,
misalnya waktu, tenaga, pikiran, harta, kepentingan pribadi dan keluarga. Pengorbanan ini hendaknya didasarkan pada
kesungguhan dan ketulusan hati tanpa pamrih apa pun.[31] Dalam sikap rela berkorban membutuhkan
pengorbanan yang tulus tanpa mengharapkan imbalan. Demikian hal kepada guru PAK, ia akan
mengajarkan anak didik dengan mengorbankan waktu, tenaga, pikiran demi tugas
yang dipercayakan kepadanya. Karena
tugas tersebut adalah tugas yang mulia yang membutuh pengorbanan dan ketulusan
dalam menjalaninya. Seorang guru PAK bersedia belajar dan mengajar anak
didiknya dengan tulus. Sosok guru
berciri pembelajar sejati, pekerja keras, jujur, disiplin, rela berkorban.
Itulah karakter sesungguhnya yang mesti dimiliki guru”.[32] “Jika seorang guru menerima tanggungjawab
dan rela menerima tugas sebagai guru, maka ia harus rela memikul tanggung jawab
itu”.[33] Guru PAK belajar dari Sang Guru Agung yang
kasihNya melimpah bahkan rela mati untuk menebus dosa manusia. Kasih yang rela berkorban untuk orang-orang
yang bahkan tidak menunjukkan kasih kepada umatNya. Sehingga segala pengorbanan guru PAK yang
dijalankan dalam pelayanan diberkati oleh Tuhan. Segala sesuatu hanya berasal dari Dia dan
bagi Dialah kemuliaan itu.
KESIMPULAN
Guru merupakan salah satu faktor penentu tinggi
rendahnya mutu pendidikan. Keberhasilan penyelenggaraan pendidikan sangat
ditentukan oleh sejauh mana kesiapan guru dalam mempersiapkan peserta didik
melalui kegiatan belajar mengajar.
Demikian halnya dengan guru PAK yang merupakan alat di tangan Tuhan
untuk mengajar dan mendidik anak untuk mengenal Tuhan melalui pengajaran
PAK.
Walaupun profesi ini dianggap rendah oleh
manusia tetapi profesi guru PAK merupakan tugas yang mulia yang berasal dari
Tuhan. Menjadi guru PAK bukan hanya
sedekar pekerjaan melainkan panggilan untuk melayani jiwa-jiwa yang sangat
berharga di mata Tuhan. Jiwa-jiwa inilah
yang dibentuk supaya mengenal kebenaran.
Maka menjadi guru PAK harus memiliki kepribadian yang takut akan Tuhan,
rela melayani seperti hamba, rendah hati, memiliki integritas dan rela
berkorban seperti yang diajarkan oleh Tuhan Tuhan Yesus sebagai Guru
Agung.
Tuhan Yesus sebagai Guru Agung mengajarkan kebenaran karena Dialah sumber kebenaran. Dalam
pelayanan-Nya di dunia, Ia menunjukkan kasih yang sangat besar dan kerendahan
hati kepada umatNya. Pengajaran yang
disampaikan dibuktikan dalam kehidupanNya di dunia ini (integritas).
Demikian juga dengan guru PAK, dalam menjalankan
tugas dan panggilannya, guru PAK terlebih dahulu mengenal kebenaran yaitu Kristus yang adalah Firman Allah
yang hidup dan memiliki kerendahan hati dalam pelayanannya, sehingga dapat menuntun anak
didiknya pada pengenalan akan Kristus.
Dengan demikian, seorang guru PAK
memperlengkapi dirinya dengan pemahaman Firman Allah dengan benar, menundukkan diri di
bawah otoritas Firman Allah, memiliki kerendahan hati dalam pelayanan, hidup
takut akan Tuhan, setia dalam melakukan tugas dan tanggung jawab yang
dipercayakan kepadanya serta menjadi teladan bagi
anak didiknya.
DAFTAR PUSTAKA
Bensen, Clarence H., 1986. Teknik Mengajar: Untuk
Pelayanan Pendidikan di Gereja. cet. ke-3. Malang: Gandum Mas.
Douglas J. D. (peny.). 199. Ensiklopedi Alkitab Masa Kini, cet. 4. Jakarta:
Yayasan Komunikasi Bina Kasih, jilid-2.
Ferguson, Sinclair B. 2003. Menemukan
Kehendak Allah. Surabaya: Momentum.
________________. 2007. Kehidupan Kristen: Sebuah Pengantar Dokrinal.
Surabaya: Momentum.
Griffiths, Michael. 1991. Maha Agung Maha Baik. Jakarta: Gunung
Mulia.
Gultom, Andar, 2007. Profesionalisme, Standar Kompetensi dan
Pengembangan Profesi Guru PAK. Bandung: Bina Media Informasi.
Ismail, Andar,
2001. Selamat Melayani: 33 Renungan Tentang Pelayanan. cet.
ke-5. Jakarta: BPK. Gunung Mulia.
___________, 2010.
Ajarlah Mereka Melakukan:Kumpulan
Karangan Seputar PAK. cet. ke-7. Jakarta: BPK. Gunung Mulia.
Kristanto, Billy. 2008. Ajarlah Kami Bergumul: Refleksi atas Kitab
Mazmur. Surabaya: Momentum.
Kristianto, Billy, 2008. Ajarlah
Kami Bertumbuh: Refleksi atas Surat I Korintus, cet. ke-2. Surabaya:
Momentum.
Mulyasa,
E., 2008. Menjadi Guru Professional:
Menciptakan Pembelajaran Kreatif dan Menyenangkan, ed. Mukhlis,
cet. ke-7.
Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Nainggolan, J. M. 2007. Strategi Pendidikan Agama Kristen,
Non-Serrano, Janse Belandina, 2009. Professional
Guru Dan Bingkai Materi: Pendidikan Agama Kristen SD, SMP, SMA, Bandung:
Bina Media Informasi.
Piper, John. 2005. Penderitaan Kristus. Surabaya:
Momentum.
Prasetya, L., 2007. Menjadi
Katekis: siapa takut? Yogyakarta: Kanisius.
Ryken, Leland, et. el. 2011. Kamus Gambaran Alkitab. Surabaya: Momentum.
Sapa’at, Asep,
2012. Stop Menjadi Guru. t.k.: Tangga Pustaka.
Setiawani,
Mary dan Tong, Stephen. 1995. Seni Membentuk Karakter Kristen. Jakarta: Lembaga Injili
Indonesia.
Silitonga, Sam. 2011. Konsep Khotbah Tekstual. Medan: Penerbit
Mitra.
Subakti, Yanti Rusla. 2005. Penyataan Allah: kumpulan Khotbah. Bandung:
Ink Media.
Subakti, Yanti Rusla. 2005. Penyataan
Allah: kumpulan Khotbah. Bandung: Ink Media.
Tong, Stephen, Peta dan Teladan Allah. Jakarta: Lembaga Reformed Injili
Indonesia.
Tong,
Stephen. 1993. Arsitek Jiwa I. Jakarta: Lembaga Reformed Injili Indonesia.
____________. 1993. Arsitek Jiwa I. Jakarta: Lembaga Reformed
Injili Indonesia.
Tulus Tu’u. 2010. Pemimpin Kristiani yang Berhasil Jilid I, Bandung: Bina Media Informasi.
Verkuyl,
J. 1995. Aku Percaya, pen. Soegiarto,
cet.ke-16. Jakarta: Gunung
Mulia.
Wijanarko, Jarot. 2005. Mendidik
Anak: Untuk Meningkatkan Kecerdasan Emosional dan Sppiritual. Jakarta: PT
Gramedia Pusaka Utama.
_____________. 2007. Anak Berakhlak Kecerdasan Spiritual. Jakarta:
PT Happy Holy Kids.
Wongso, Peter. 1991. Theologia Penggembalaan. Malang: Seminari
Alkitab Asia Tenggara.
Internet
[1] Mary
Setiawani dan Stephen Tong. 1995. Seni
Membentuk Karakter Kristen. Jakarta: Lembaga Injili Indonesia, hlm. 38.
[3] Janse
Belandina Non-Serrano, 2009. Professional Guru Dan Bingkai Materi:
Pendidikan Agama Kristen SD, SMP, SMA, Bandung: Bina Media Informasi, hlm. 4.
[4] Sinclair B. Ferguson, Menemukan Kehendak
Allah, pen. Jing Mik, ed. Hendry Ongkowidjojo, cetakan pertama, (Surabaya:
Momentum, 2003), h.33.
[6] J. D. Douglas (peny.). 1999. Ensiklopedi Alkitab Masa Kini, cet. 4. Jakarta:
Yayasan Komunikasi Bina Kasih, jilid-2, hlm. 439.
[7] Leland Ryken, et. el. 2011. Kamus Gambaran
Alkitab, cet. 1. Surabaya: Momentum, hlm. 1063.
[8] Billy Kristanto. 2008. Ajarlah Kami Bergumul: Refleksi atas Kitab Mazmur, cet. 1.
Surabaya: Momentum, hlm. 67.
[9] Jarot Winarko. 2007. Anak Berakhlak Kecerdasan Spiritual. Jakarta: PT Happy Holy Kids,
hlm. 47.
[10] Janse Belandina Non-Serrano, 2009. Professional
Guru Dan Bingkai Materi: Pendidikan Agama Kristen SD, SMP, SMA, Bandung:
Bina Media Informasi. hlm 41.
[11] E.
Mulyasa, 2008. Menjadi
Guru Professional: Menciptakan
Pembelajaran Kreatif dan Menyenangkan, ed. Mukhlis, cet. ke-7. Bandung:
PT Remaja Rosdakarya h. 46.
[12] Andar Ismail. 2010. Ajarlah
Mereka Melakukan:Kumpulan Karangan Seputar PAK. cet. ke-7. Jakarta: BPK.
Gunung Mulia. hlm. 158.
[13] Jarot Wijanarko. 2005. Mendidik Anak:
Untuk Meningkatkan Kecerdasan Emosional dan Sppiritual, cet. 1. Jakarta: PT
Gramedia Pusaka Utama, hlm. 39.
[14] Yanti Rusla Subakti. 2005. Penyataan Allah: kumpulan Khotbah. Bandung:
Ink Media, hlm. 89.
[15] Stephen Tong. 1994. Peta dan Teladan Allah. Jakarta: Lembaga Reformed Injili Indonesia,
hlm. 21.
[16] J. M. Nainggolan, 2008.Strategi: Pendidikan Agama Kristen, cet. ke-1. Bandung: Generasi Info Media. hlm. 6.
[17] Andar Gultom. 2007. Profesionalisme, Standar Kompetensi dan Pengembangan Profesi Guru PAK, cet.
ke-1. Bandung: Bina Media Informasi, hlm. 30-31.
[18] Tong (1993), hlm 56.
[19] Tulus Tu’u. 2010. Pemimpin Kristiani yang Berhasil Jilid
I, cet. ke-1. Bandung: Bina Media Informasi, hlm. 21.
[20] Sinclar B. Ferguson. 2007. Kehidupan Kristen: Sebuah Pengantar
Dokrinal, cet. ke-1. Surabaya: Momentum, hlm. 33.
[21] Billy Kristianto. 2008. Ajarlah Kami Bertumbuh: Refleksi atas Surat I Korintus, cet. ke-2.
Surabaya: Momentum, hlm 107.
[22] Andar Ismail. 2001. Selamat Melayani: 33 Renungan Tentang Pelayanan, cet. ke-5. Jakarta: BPK. Gunung Mulia, hlm. 3.
[23] Bensen,
Clarence H., 1986. Teknik Mengajar: Untuk Pelayanan Pendidikan
di Gereja. cet. ke-3. Malang: Gandum Mas. hlm. 13.
[24] Yanti Rusla Subakti. 2005. Penyataan Allah:
kumpulan Khotbah. Bandung: Ink Media, hlm. 89.
[25] Michael Griffiths.1991. Maha Agung Maha Baik, cet.1. Jakarta: Gunung Mulia, hlm. 24.
[26] John Piper. 2005. Penderitaan Kristus. Surabaya: Momentum, hlm. 24
[27] Sam Silitonga. 2011. Konsep Khotbah Tekstual. Medan: Penerbit Mitra, hlm. 42
[30] Peter Wongso. 1991. Theologia Penggembalaan. Malang: Seminari Alkitab Asia Tenggara,
hlm. 108.
[31] L. Prasetya. 2007. Menjadi Katekis: siapa takut?, cet. Ke-1. Yogyakarta: Kanisius,
hlm. 47.
[33] Stephen Tong. 1993. Arsitek Jiwa II, cet.1. Jakarta: Lembaga Reformed Injili Indonesia.
hlm. 28.