Senin, 12 Desember 2016

KEPRIBADIAN GURU PAK DALAM MENGAJAR DAN MENDIDIK ANAK



KEPRIBADIAN GURU PAK DALAM MENGAJAR DAN MENDIDIK ANAK

Serly Babang Loti

Abstrak

Ada orang yang menganggap bahwa profesi sebagai guru PAK rendah sehingga banyak yang tidak menjalankan tugas dan tanggungjawab yang telah dipercayakan kepadanya.  Walaupun profesi ini dipandang rendah tetapi sebenarnya memiliki tugas dan tanggungjawab yang berat.  Mereka adalah pengajar kebenaran firman Allah yang hidup.  Oleh karena itu guru PAK belajar dari teladan Tuhan Yesus Sang Guru Agung, di mana Dia yang mulia juga telah direndahkan demi keselamatan umatNya.  Walaupun guru PAK direndahkan tetap menyampaikan kebenaran Firman Allah demi masa depan anak didik di dalam Tuhan.  Guru PAK yang tidak menjalankan tugas dan tanggungjawabnya serta tidak mengikuti teladan Tuhan Yesus Sang Guru Agung akan membawa dampak yang sangat buruk bagi anak didiknya, karena mereka memutarbalikan kebenaran Firman Allah untuk kepentingan sendiri.  Tetapi guru PAK yang bijaksana akan tunduk di bawah otoritas Firman Allah yang hidup yaitu Kristus memiliki sikap yang takut akan Tuhan, integritas, hamba dan rela berkorban.  Guru PAK adalah alat di tangan Tuhan  dalam mengajar kebenaran firman Allah kepada anak didiknya.

Kata kunci : Guru Agung, sikap guru agama. mendidik anak


PENDAHULUAN

Guru merupakan unsur penting dalam proses belajar mengajar di bidang Pendidikan, serta memiliki tanggung jawab yang besar.  Guru adalah Pembimbing anak didik untuk mengenal dan memahami semua yang berkaitan dengan pendidikan. Profesi guru sangat penting untuk pelaksanaan proses belajar mengajar khususnya dalam mendidik dan mengajar.   Guru Pendidikan Agama Kristen (PAK) merupakan bagian dari profesi guru pada umumnya.  Menjadi guru PAK merupakan suatu profesi yang memiliki tanggung jawab yang penting.  Oleh karena itu, seorang yang memiliki jabatan sebagai pendidik adalah seorang yang profesional dalam melaksanakan tugasnya.  Firman Tuhan menegaskan bahwa tugas seorang guru sangat berat karena ia akan mempertanggungjawabkan tugas tersebut di hadapan Tuhan (Yak. 3:1).  Namun beratnya tuntutan guru, tidak berarti seorang yang telah menjadi guru dapat melarikan diri dari tugas dan tanggungjawab yang Tuhan berikan.  Sebaliknya firman Tuhan mengingatkan dan mendorong supaya setiap guru PAK  mempunyai kesadaran dalam menjalankan tugas dan tanggungjawabnya serta terus mengembangkan kompetensinya secara berkesinambungan. 
Tugas guru Pendidikan Agama Kristen tidaklah gampang meskipun sekarang ini banyak yang beranggapan bahwa profesi tersebut tidak populer, tetapi tugas dan tanggung jawab guru PAK sangat berat karena ia dipanggil untuk mengajar, mendidik dan membimbing anak didik menuju pribadi yang dewasa.  Panggilan menjadi guru PAK bukanlah suatu tuntutan kebutuhan hidup, melainkan panggilan untuk bertumbuh ke arah pengenalan kepada Yesus Kristus sebagai Guru Agung dan sebagai pribadi yang mencintai panggilannya.  Dalam melaksanakan tugas  sebagai guru PAK bukanlah sekedar rutinitas pekerjaan atau sarana untuk mendapatkan imbalan dan mencari nafkah karena tugas guru bukan hanya mengajarkan pengetahuan isi Alkitab tetapi berkenaan kepribadian guru PAK, yang menerima Yesus Kristus sebagai Juruselamat pribadinya, mengalami kelahiran baru, memiliki pertobatan dan memiliki iman yang dewasa kepada Allah.
Kualitas kepribadian guru PAK, juga penting sekali.  Karena kepribadian guru PAK juga berpengaruh dalam mendidik anak.  Bagaimana ia dapat mengajarkan kebenaran sedangkan kepribadiannya tidak mencerminkan kebenaran itu.  Kalau seorang guru PAK memiliki kepribadian yang belum beres atau tidak sesuai dengan kedudukan dan kewajiban sebagai seorang pendidik, maka pribadinya yang tidak baik akan merusak orang lain, sekalipun ia memiliki teori pendidikan yang sangat baik, terus menerus keluar dari mulutnya.[1]  Seorang guru Pendidikan Agama Kristen adalah seorang yang di dalam dirinya sendiri memiliki keyakinan, kepercayaan yang teguh, ibadah yang beres, memiliki sifat moral dan hidup kesucian, kebajikan yang sesuai dengan agamanya, sehingga ia mengerjakan segala sesuatu dengan bertanggung jawab untuk kekekalan.[2]
Kepribadian seorang guru PAK sangat mempengaruhi pengajaran dan caranya dalam mendidik anak yang belum memiliki kepribadian yang dewasa, sulit menjadi teladan dalam melaksanakan tugasnya untuk menolong dan membimbing anak didik mengenal kebenaran.  Guru bukan hanya mengajar dan mendidik anak didik dalam hal pengetahuan saja tetapi guru juga menunjukkan keteladanan dalam sikap dan tingkah laku selaku guru PAK, kepada anak didik  karena guru adalah panutan dan teladan yang baik dalam kehidupan anak didik di sekolah.  Guru Pendidikan Agama Kristen menentukan dasar atau pondasi bagi pengembangan kepribadian siswa, oleh karena prinsip belajar melalui keteladanan sangat penting sehingga peserta didik tidak hanya kaya dalam pengetahuan agama tetapi mengalami, menyaksikan dan meneladani sikap guru agamanya yang menjadi panutan bagi sikap dan perilakunya.[3]


SIKAP GURU AGAMA

Rendah hati
Seorang  guru harus memiliki kepribadian yang baik dan rendah hati.  Meskipun guru tersebut berpendidikan tinggi tetapi kalau kelakuannya tidak baik dan sombong, maka semua yang diajarkan sia-sia. Sebelum mengajari orang lain guru harus mempraktekkannya terlebih dahulu, karena kepribadiannya mempengaruhi anak didiknya.  Guru yang memiliki kepribadian yang baik mencerminkan jati diri sebagai guru PAK.   Dengan demikian, menjadi seorang guru PAK harus profesional dalam menjalankan tugas dan tanggung jawab dengan memperhatikan kepribadiannya juga, tanpa kepribadian yang beres dan tanpa teladan bagi anak didik, sulit diharapkan menjadi guru yang profesional

Takut Kepada Tuhan
Sikap takut kepada Tuhan  merupakan sikap dasar orang percaya memberi hormat dan memuliakan nama Tuhan.  Sikap takut ini harus ada dalam diri guru PAK, karena mereka yang memberi teladan kepada anak didik.  Rasa takut ini berbeda dengan rasa ketakutan yang ada pada manusia secara umum.  Rasa takut kepada Tuhan berasal dari Tuhan sendiri yang melampaui akal manusia.  “Takut akan Allah berarti kegentaran yang penuh kasih, yang oleh Anak Allah menaklukkan dirinya kepada hukum Allah dengan penuh keunggulan serta kerendahan hati”.[4]  
Rasa takut yang penuh kasih ini wajib dimiliki oleh guru PAK.  Orang yang hidup takut kepada Tuhan pasti mempunyai sikap rendah hati karena hidupnya hanya memuliakan Tuhan.   Kita harus takut akan Dia. Dengan kata lain, kita harus menghargai perasaan gentar akibat kemuliaan dan kesempurnaan-Nya yang tak terbatas, sesuai dengan wahyu yang Ia nyatakan melalui karya dan firman-Nya yang meyakinkan kita bahwa persetujuan-Nya adalah berkat terbesar dan penolakan-Nya adalah celaka besar.[5]  Sifat takut kepada Tuhan mengajarkan untuk hidup berkenan di hadapan Tuhan,  sesuai dengan firmanNya yang telah dinyatakan kepada umatNya dan gentar berarti takut yang penuh hormat dan tunduk pada kehendak Allah.  Hal inilah yang diajarkan guru PAK kepada anak didik, supaya anak didik hidup taat dan dapat memuliakan Allah dalam kehidupan dengan penuh sucakita dan bertanggung jawab.  Anak  didik perlu diajar bagaimana sikap tunduk dan hormat kepada Tuhan, taat kepada perintah-Nya dan setia di dalam pengajaran Tuhan.     Hidup anak Tuhan hanya untuk memuliakan Dia yang telah memberinya sikap takut kepadanya, tanpa Tuhan menyatakan dalam hati umatNya, umatNya akan hidup dalam kekerasan hati.  Tugas guru PAK sebagai alat di tangan Tuhan di dunia ini adalah mengajar anak didik untuk hidup takut akan Tuhan.  Mengajar anak didik bagaimana bersikap tunduk dan hormat kepada Tuhan, karena Dialah Pencipta dan Penghibur setiap orang yang percaya kepada-Nya.  Guru PAK tiada hentinya untuk mengajar anak didik takut dan tunduk terhadap perintah Tuhan.  Guru PAK yang bersandar kepada kekuatan Allah akan dimampukan untuk mengajar anak didik untuk tunduk kepada firman Tuhan.  Sehingga dalam hidup anak didik hanya memuliakan dan bersekutu dengan Tuhan.  Sebagaimana Firman Tuhan mengatakan “Didiklah orang muda menurut jalan yang patut baginya, maka pada masa tuanya pun ia tidak akan menyimpang dari pada jalan itu”(Amsal 22:6).  Demikian guru PAK  mengajar anak didik supaya Tuhan menaruh hati yang tunduk dan hormat dalam hati mereka.   Ketakutan yang kudus adalah dampak dari pengenalan orang percaya akan Allah yang hidup.  Orang biasa tidak akan mempunyai ketakutan yang didorong oleh penghormatan kepada Allah.  Pada pihak lain, ketakutan yang kudus adalah pemberian Allah, yang memampukan orang takut sekaligus menghormati kekuasaan Allah, menaati perintah-perintah-Nya, membenci sambil menjauhkan diri dari semua bentuk kejahatan.  Lagipula takut akan TUHAN adalah permulaan hikmat, rahasia kelurusan hati, ciri umat yang disenangi Allah.[6]  Sikap takut kepadaNya merupakan suatu perintah dari Tuhan.  Sikap takut yang kudus merupakan pemberian Allah kepada mereka yang berkenan di hadapan Allah. Guru PAK mengajar anak didik bersikap tunduk dan hormat kepada  Tuhan.  Guru PAK mengajar anak didik  memberi teladan dalam hal ketaatan berdoa kepada Tuhan,  membaca Firman Tuhan setiap hari dan selalu memohon pertolongan Tuhan dalam melakukan aktivitas setiap hari.   “Takut akan Allah adalah suatu kualitas dasar dari orang-orang yang mempunyai pengenalan dari pengalaman tentang siapa Dia.  Takut akan Tuhan tampak sebagai suatu perbedaan dengan perbuatan-perbuatan berdosa.”[7]  “Takut akan Tuhan itu suci, tetap ada untuk selamanya.  Hal ini lebih merupakan sebuah sikap hati dari seorang  yang hidup menaati Firman Tuhan.”[8]    Hal-hal seperti itulah yang guru PAK ajarkan kepada anak didik, dengan pertolongan Roh Kudus, menerapkan dalam hati anak didik sehingga dapat hidup takut dan hormat kepada Tuhan.

Memiliki Integritas
Integritas adalah kosistensi antara perkataan dan perbuatan yang menjadi teladan bagi peserta didik. Seorang guru harus menunjukkan bahwa hidupnya menjadi teladan bagi peserta didik.  Kesamaan antara kata dan perbuatan dalam hidup seorang guru khususnya guru pendidikan agama Kristen menjadi teladan bagi peserta didik untuk mengalami perubahan dalam hidup sesuai dengan kebenaran firman Tuhan.  Orang yang memiliki integritas adalah orang yang antara perkataan dan perbuatan selaras, melakukan apa yang diajarkan dan mengajarkan apa yang dia lakukan.[9]
Kristus memiliki integritas tinggi, perkataan dan perbuatan-Nya selalu selaras dan seimbang, begitu pula dengan guru PAK harus mempunyai integritas.  Integritas seorang guru PAK adalah konsistensi antara kata-kata dan perbuatan yang menjadi teladan bagi anak didik.[10]  Guru  yang tugasnya mengajar, mendidik anak didik dengan penuh kasih dan kerendahan hati.  Hal itu harus dinyatakan melalui perbuatan sehingga menjadi panutan dan  teladan bagi anak didik.  “Sebagai teladan, tentu pribadi dan apa yang dilakukan guru akan mendapat sorotan peserta didik serta orang di sekitar lingkungannya yang menganggap atau mengakuinya sebagai guru.[11]  Tugas guru PAK adalah mengajar, membentuk, menghantar seseorang mengenal kasih Allah yang nyata dalam Yesus Kristus, sehingga dengan pimpinan Roh Kudus, ia datang dalam persekutuan pribadi dengan Tuhan.  Apa yang diajarkan harus dinyatakan dalam kehidupannya.  Hal ini dinyatakan dalam kasihnya kepada Allah dan sesamanya manusia yang dihayati dalam hidupnya sehari-hari, baik dengan kata-kata maupun dengan perbuatan selaku anggota tubuh Kristus.[12]  Tanpa keteladanan, ajaran kita akan kehilangan otoritasnya sehingga kita dicemooh oleh anak dan dianggap munafik.  Tanpa keteladanan, anak akan kecewa, kehilangan figur, atau akan melakukan bukan yang diajarkan, tetapi apa yang kita lakukan, sebab anak adalah peniru ulung.[13]
“Teladan adalah suatu sikap, perkataan dan perbuatan yang baik, yang dimiliki seseorang, yang patut diteladani oleh orang-orang lain.  Teladan sangat berpengaruh dalam diri seseorang terlebih guru PAK.  Jika guru PAK tidak menjadi menjadi teladan bagi anak didik, maka semua pengajarannya sia-sia, tidak sesuai dengan apa yang dilakukannya. Keteladanan membutuhkan pengorbanan,  kerendahan hati, kemauan dan kerja keras”.[14]
“Jadi  guru PAK belajar dari  Kristus,  Dia adalah Guru  Agung yang menjadi teladan yang sempurna  telah merendahkan diri dan mengorbankan nyawa bagi umatNya, Dia yang memampukan guru PAK menjadi teladan bagi anak didik.   Yesus mengatakan ikutlah teladanKu”.[15]  Jadi guru PAK harus mengikuti-Nya, baik dalam perkataan maupun dalam perbuatannya.    
Guru PAK yang baik memiliki kedewasaan rohani sehingga ia dimampukan oleh Roh Kudus menuntun anak didik  kedewasaan dalam Kristus, karena orang percaya harus selalu mau dipimpin dan dipenuhi oleh Roh Kudus (Ef. 5:18; Gal. 5:16, 18,25).    Guru PAK  memperlihatkan perilaku dan teladan yang baik kepada anak didik, karena bagaimana anak didiknya disiplin kalau gurunya tidak menunjukkan sikap disiplin.  Jika teladan seorang guru PAK buram atau tidak jelas, maka apa yang diajarkannya sulit diterima oleh anak didik.  Apa yang diajarkan kepada anak didiknya harus sesuai dengan sikap dan perilaku guru PAK dalam hidupnya, dengan meminta pertolongan Roh Kudus memampukannya supaya menjadi teladan dan panutan yang baik dan benar di mata anak didik.   Sehubungan dengan peran guru PAK harus mengajar kebenaran Kristus dan kehidupan Kristen, maka Ia harus menghayatinya dalam kehidupannya sendiri.  Ia harus memberikan teladan bagi mereka yang dibinanya.  Supaya menolong orang hidup dalam disiplin kehidupan Kristen,  guru itu sendiri harus mempraktekkannya.  Seorang guru PAK harus peka terhadap orang lain.  Ia berkomunikasi dengan orang lain dengan perkataannya, sikapnya, dan perbuatannya yang benar.[16]
Guru  PAK mengajarkan kebenaran yakni Kristus, tentu ia menjadi teladan yang baik dan benar di mata anak didik.  Karena itu guru bertanggungjawab untuk menghubungkan kebenaran-kebenaran yang diajarkannya itu dengan kehidupam sehari-hari murid-muridnya, agar menolong mereka menjadi pelaku firman dan bukan pendengar saja (Yak. 1:22).   Seorang guru PAK harus percaya akan otoritas Alkitab sebagai Firman Allah, Alkitab tidak keliru dan memiliki infabilitas.  Pandangan dan sikap terhadap Alkitab sebagai Firman Allah menentukan tujuan PAK, karena Alkitablah yang harus menjadi sumber pengajaran bagi seorang guru PAK.[17]
Seorang  guru PAK harus menyadari akan otoritas Firman Allah dalam hati dan hidupnya, bahwa melalui firman Allah  saja ia mengenal diri sebagai orang berdosa dan ia mengenal Kristus sebagai Tuhan dan Juruselamatnya, maka ia harus menjadi contoh dan teladan serta memahami firman Allah karena firman Allah adalah sumber pengajaran bagi guru PAK dan bukan hanya mengajarkan kepada anak didik saja tetapi juga sebagai pelaku firman.  “Tidak mungkin ada orang yang bisa membangun Pendidikan Agama Kristen secara baik tanpa fondasi yang benar.  Dari sudut pandang Kristen melihat dengan jelas  pondasi itu, karena fondasi itu telah ditetapkan dan telah diberikan secara pasti, yaitu Kristus”.[18]  Karena  tanpa pertolongan Roh Kudus seorang guru PAK tidak mampu membangun pondasi yang baik dan benar.  Semua ini dapat dilakukan jika guru PAK menyerahkan diri sepenuhnya kepada pimpinan dan penyertaan Kristus yang adalah fondasi kebenaran itu, dan yang telah memberi teladan.  Guru PAK perlu belajar dari Kristus bagaimana Ia menjadi Guru, bagaimana Ia mengajar dan menjadi teladan,  sehingga guru PAK menjadikan dirinya sebagai pribadi yang mengenal dan mengandalkan Kristus dalam hidupnya baik dalam perkataan maupun dalam perbuatannya.
Seorang guru PAK haruslah memiliki karakter dan integritas yang baik serta bertindak dan bersikap sesuai dengan ajaran yang telah disampaikan kepada anak didiknya.  Sebab, setiap anak didik cenderung termotivasi melakukan hal yang baik, ketika melihat gurunya menjadi panutan serta melakukan hal demikian.  Oleh karena itu, guru PAK harus mampu menjadi teladan dan memiliki kedekatan bagi anak didik dalam seluruh kehidupannya.   Sehingga guru PAK menjadi teladan tidak  saja dalam perkataan tetapi juga perbuatan  dan tingkah lakunya seperti yang telah diajarkan oleh Tuhan Yesus Sang Guru Agung.

Melayani sebagai hamba
Kristus telah memberikan teladan pelayanan, di mana dengan kerendahan hati Dia melayani murid-murid-Nya dengan membasuh kaki mereka, layak seorang hamba.  Guru PAK hendaknya mengikuti teladan pelayanan Kristus, di mana dalam pelayanan harus disertai kerendahan hati tanpa mengejar kedudukan yang tinggi,  sehingga dalam kitab Markus juga menjelaskan bahwa barang siapa ingin menjadi besar di antara kamu, hendaklah ia menjadi pelayanmu, dan barang siapa ingin menjadi yang terkemuka di antara kamu, hendaklah ia menjadi hamba untuk semuanya (Mark. 10:43-44).   Kebesaran  seorang guru PAK bukan karena jabatan dan statusnya sebagai guru PAK.  Akan tetapi kualitas pelayanannya dan adanya kerendahan hati serta dengan penuh kasih seperti seorang hamba yang melayani tuannya.  Kerendahan  hati bukan rendah diri, melainkan sikap rela berkorban demi kepentingan orang lain.   “Sikap rendah hati adalah sikap dan perilaku yang memandang orang lain penting, perlu dihargai dan dihormati.  Rendah  hati juga sikap menempatkan diri tidak lebih tinggi dari orang lain”.[19]  Kerendahan hati bukan berarti merasa kecil dan tidak berguna-seperti perasaan rendah diri.  Kerendahan hati adalah merasa betapa besar dan mulianya Allah, kita melihat bahwa diri kita sendiri dan dalam terang itu.  kerendahan hati menurut Kitab Suci adalah buah dari anugerah, bukan buah dari rasa takut.  Kasih Allah-lah yang membuat manusia sungguh-sungguh rendah hati.[20]
Seorang guru PAK memiliki sifat kerendahan hati sebagaimana yang ada dalam Kristus dan rela berkorban serta siap sedia mengajar dan mendidik anak didiknya,  seperti seorang hamba melayani tuannya.  Hamba adalah seorang yang seharusnya hidupnya diwujudkan dengan pelayanan.   “Seorang hamba yang dipanggil oleh Tuhan dalam pelayananNya adalah bebas, milik Tuhan.  Demikian pula orang bebas dipanggil Kristus adalah hamba-Nya”.[21] Jadi  hamba Tuhan yang memiliki profesi sebagai guru PAK, ia adalah hamba Tuhan yang dipanggil untuk mengajar anak didiknya dengan penuh kerendahan hati dan kasih yang ada dalam kasih Kristus. 
Kata hamba dalam bahasa Yunani dari kata doulos, douleo.  Kata hamba menggambarkan bahwa “semula menghamba pada pelbagai kuasa jahat dan dosa, dibebaskan oleh Kristus supaya bisa menghamba kepada Kristus (Gal. 4: 1-11)”.[22]  Guru PAK sebelum menjadi hamba Kristus, dulunya adalah hamba dosa, ketika Kristus telah menebus dan membebaskan dari dosa dan Kristus melahirbarukan, sehingga dipanggil menjadi hamba-Nya untuk melayani.  Orang  yang telah dipanggil-Nya adalah milik-Nya karena dia melayani untuk Tuhan. 
Guru PAK dipilih dan dipanggil oleh Allah untuk melayani Dia.  Dalam pelayanannya selalu seiring dengan perkataan dan perbuatannya dan hidupnya kudus.  Guru PAK yang terpanggil untuk melayani melalui mengajar telah diberi karunia mengajar oleh Tuhan dan dalam pelayanannya Tuhan tidak pernah meninggalkan hambaNya berjalan sendiri.  “Dia memanggil orang-orang untuk mengajar dan melengkapi mereka dengan karunia rohaniah yang memberi kesanggupan guru bertanggung jawab menjalankan dan memperkembangkan karunia-karunia tersebut”.[23] 
Guru PAK yang telah dipanggil oleh Tuhan, tentu  dibekali dan diperlengkapi oleh Kristus sama seperti Kristus membekali dan mempersiapkan murid-murid-Nya sebelum Ia naik ke sorga.  Kristus menyertai umat-Nya dalam menjalankan tugas dengan pencurahan dan penyertaan Roh Kudus kepada hamba-hamba-Nya dalam pelayanan.  Tuhan Yesus pernah berkata:  Aku akan meninggalkan kamu, tetapi Aku akan meminta kepada Bapa supaya Ia mengirimkan Roh Kudus kepada kamu dan kalau Roh Kudus itu datang, Ia akan mengajar dan memimpinmu masuk ke dalam seluruh kebenaran (Yoh. 14:16-17, 26; 16:13).  Inilah bukti bahwa Yesus adalah Guru yang Agung dan menjadi teladan yang baik sebagai Guru,  yang tidak membiarkan anak-anak-Nya sendiri.

Rela berkorban
Ketika Yesus berada di dunia, Ia memberikan teladan yang sempurna dalam hal rela berkorban. Ia mendahulukan kehendak Allah di atas keinginan dan kenyamanannya sendiri (Yoh. 5:30).  Dengan tetap setia sampai mati di kayu salib, Ia membuktikan bahwa Ia bersedia mengorbankan nyawaNya, Dia yang mulia rela turun ke dunia mengambil rupa sebagai hamba demi keselamatan umatNya, (Flp. 2:8).   “Seperti Kristus, Allah menjadi manusia bahkan menghamba untuk menebus umat manusia dan Ia rela untuk mengajarkan tentang kerendahan hati, pengorbanan dan menjadi pelayan yang baik dengan membasuh kaki murid-muridNya.  Pekerjaan seorang budak pun Ia kerjakan”.[24]  “Kristus telah memberi teladan dalam hal berkorban.  Kristus sebagai Allah rela turun ke dunia untuk menebus dosa umatNya dan mengajarkan tentang diriNya.   Ia mengosongkan diriNya menjadi manusia, dan merendahkan diriNya dengan mengambil rupa seorang hamba, mengenakan handuk untuk membasuh kaki para muridNya”.[25]  Inilah bukti kasih Kristus umatNya, “nyawaNya sendiri yang menjadi yang menjadi tebusan, pada kerelaanNya untuk melayani daripada dilayani, pada banyak orang yang akan mendapatkan keselamatan dari tebusan yang diberikanNya”.[26]  Kristus tidak memikirkan kenyamanan sebagai Allah, tetapi Ia rela berkorban melalui nyawaNya sendiri untuk menjadi tebusan bagi umatNya.  “Kristus sendiri telah menderita dan berkorban, untuk kehidupan manusia”.[27]  Karena begitu besar kasih Kristus terhadap umatNya, Ia rela meninggalkan kemuliaan demi keselamatan umatNya.   Tuhan Yesus begitu mengasihi umat-Nya, kasih-Nya yang besar membuat Dia rela mati bagi mereka.  Paulus menjelaskan bahwa tujuan kedatangan Kristus ke dalam dunia ini yaitu untuk menyelamatkan manusia dan mendamaikan manusia dengan Allah, dan hal ini diwujudkan dalam diri Kristus yaitu dengan mengorbankan diri-Nya dan mati bagi mereka (Ef. 2:14-15).  Semua garis hidup Tuhan Yesus menuju salib.  Seluruh hidup Tuhan Yesus diliputi oleh bayangan salib, sejak lahir-Nya sampai mati-Nya.  Ketika Dia dilahirkan sebagai anak yang miskin, sebagai anak dari keturunan yang telah merosot derajatnya, sebagai anak suatu bangsa yang tidak mempunyai hak-hak lagi. Di sekitar kelahiranNya yang ajaib itu terdengar suara-suara yang mencemarkan nama-Nya.  Sejak waktu itu juga ternyata bahwa maksud kedatangan Kristus ke dunia ialah untuk menanggung kemiskinan, kemerosotan derajat dan kecemaran hidup kita. Dia datang untuk mengorbankan diri-Nya.[28]
Kedatangan Kristus ke dunia ini demi umat-Nya yang dikasihi-Nya.  Dia rela menderita mengorbankan diri-Nya dan menanggung murka Allah atas dosa umat-Nya serta seluruh kehidupan Kristus di dunia ini menuju pada salib.  Sebab di dalam Dia dan darah-Nya kita beroleh penebusan, yaitu pengampunan dosa, menurut kekayaan kasih karunia-Nya (Ef.1:7).
Sikap rela berkorban adalah sikap yang mencerminkan adanya kesediaan dan keikhlasan memberikan sesuatu yang dimiliki untuk orang lain, walaupun akan menimbulkan penderitaan bagi diri sendiri. Dalam pengertian yang lebih sederhana, rela berkorban adalah sikap dan perilaku yang tindakannya dilakukan dengan ikhlas serta mendahulukan kepentingan orang lain dari pada kepentingan diri sendiri.[29]  Jadi sikap rela berkorban adalah sikap yang mengorbankan kepentingannya sendiri demi kepentingan orang lain, lebih mengutamakan kepentingan orang lain daripada kepentingannya sendiri dengan ikhlas.  Kristus telah berbuat demikian sekaligus Ia memberi teladan kepada umatNya yaitu Kristus telah mengorbankan diri, menderita, taat sampai mati di kayu salib demi keselamatan umatNya.   Sikap rela berkorban juga dimiliki oleh bapa-bapa leluhur dalam Alkitab.  Seperti yang terdapat dalam Ibrani 1, tercatat tokoh-tokoh iman.  Mereka adalah orang-orang yang bekerja dan berkorban seturut dengan perintah Tuhan.   Mereka rela mengorbankan kemauan, kesenangan, kenikmatan diri sendiri demi kehendak dan kerajaan Tuhan, untuk menggenapkan pekerjaan yang Tuhan percayakan kepadanya.[30]  Para tokoh-tokoh iman ini rela segala kepentingan mereka demi pelayanan untuk Tuhan yang telah dipercayakan kepada mereka. 
Rela berkorban ini mencakup banyak hal, misalnya waktu, tenaga, pikiran, harta, kepentingan pribadi dan keluarga.   Pengorbanan ini hendaknya didasarkan pada kesungguhan dan ketulusan hati tanpa pamrih apa pun.[31]  Dalam sikap rela berkorban membutuhkan pengorbanan yang tulus tanpa mengharapkan imbalan.  Demikian hal kepada guru PAK, ia akan mengajarkan anak didik dengan mengorbankan waktu, tenaga, pikiran demi tugas yang dipercayakan kepadanya.  Karena tugas tersebut adalah tugas yang mulia yang membutuh pengorbanan dan ketulusan dalam menjalaninya. Seorang guru PAK bersedia belajar dan mengajar anak didiknya dengan tulus.  Sosok guru berciri pembelajar sejati, pekerja keras, jujur, disiplin, rela berkorban. Itulah karakter sesungguhnya yang mesti dimiliki guru”.[32]   “Jika seorang guru menerima tanggungjawab dan rela menerima tugas sebagai guru, maka ia harus rela memikul tanggung jawab itu”.[33]  Guru PAK belajar dari Sang Guru Agung yang kasihNya melimpah bahkan rela mati untuk menebus dosa manusia.   Kasih yang rela berkorban untuk orang-orang yang bahkan tidak menunjukkan kasih kepada umatNya.  Sehingga segala pengorbanan guru PAK yang dijalankan dalam pelayanan diberkati oleh Tuhan.  Segala sesuatu hanya berasal dari Dia dan bagi Dialah kemuliaan itu. 

KESIMPULAN

Guru merupakan salah satu faktor penentu tinggi rendahnya mutu pendidikan. Keberhasilan penyelenggaraan pendidikan sangat ditentukan oleh sejauh mana kesiapan guru dalam mempersiapkan peserta didik melalui kegiatan belajar mengajar.   Demikian halnya dengan guru PAK yang merupakan alat di tangan Tuhan untuk mengajar dan mendidik anak untuk mengenal Tuhan melalui pengajaran PAK. 
Walaupun profesi ini dianggap rendah oleh manusia tetapi profesi guru PAK merupakan tugas yang mulia yang berasal dari Tuhan.  Menjadi guru PAK bukan hanya sedekar pekerjaan melainkan panggilan untuk melayani jiwa-jiwa yang sangat berharga di mata Tuhan.  Jiwa-jiwa inilah yang dibentuk supaya mengenal kebenaran.  Maka menjadi guru PAK harus memiliki kepribadian yang takut akan Tuhan, rela melayani seperti hamba, rendah hati, memiliki integritas dan rela berkorban seperti yang diajarkan oleh Tuhan Tuhan Yesus sebagai Guru Agung.   
Tuhan Yesus sebagai Guru Agung   mengajarkan kebenaran karena Dialah sumber kebenaran.  Dalam pelayanan-Nya di dunia, Ia  menunjukkan kasih yang sangat besar dan kerendahan hati kepada umatNya.   Pengajaran yang disampaikan dibuktikan dalam kehidupanNya di dunia ini (integritas).  Demikian juga dengan guru PAK, dalam menjalankan tugas dan panggilannya, guru PAK terlebih dahulu mengenal kebenaran yaitu Kristus yang adalah Firman Allah yang hidup dan memiliki kerendahan hati dalam pelayanannya, sehingga dapat menuntun anak didiknya pada pengenalan akan Kristus.  
Dengan demikian, seorang guru PAK memperlengkapi dirinya dengan pemahaman Firman Allah dengan benar, menundukkan diri di bawah otoritas Firman Allah, memiliki kerendahan hati dalam pelayanan, hidup takut akan Tuhan, setia dalam melakukan tugas dan tanggung jawab yang dipercayakan kepadanya  serta menjadi teladan bagi anak didiknya.




DAFTAR PUSTAKA

Bensen, Clarence H., 1986. Teknik Mengajar: Untuk Pelayanan Pendidikan di Gereja. cet. ke-3. Malang: Gandum Mas.
Douglas J. D. (peny.). 199. Ensiklopedi Alkitab Masa Kini, cet. 4. Jakarta: Yayasan Komunikasi Bina Kasih, jilid-2.
Ferguson, Sinclair B. 2003. Menemukan Kehendak Allah. Surabaya: Momentum.
________________. 2007. Kehidupan Kristen: Sebuah Pengantar Dokrinal. Surabaya: Momentum.
Griffiths, Michael. 1991. Maha Agung Maha Baik. Jakarta: Gunung Mulia.
Gultom, Andar, 2007. Profesionalisme, Standar Kompetensi dan Pengembangan Profesi Guru PAK. Bandung: Bina Media Informasi.
Ismail, Andar,  2001. Selamat Melayani: 33 Renungan Tentang Pelayanan.  cet.  ke-5. Jakarta: BPK. Gunung Mulia.
___________,  2010. Ajarlah Mereka Melakukan:Kumpulan Karangan Seputar PAK. cet. ke-7. Jakarta: BPK. Gunung Mulia.
Kristanto, Billy. 2008. Ajarlah Kami Bergumul: Refleksi atas Kitab Mazmur. Surabaya: Momentum.
Kristianto, Billy, 2008.  Ajarlah Kami Bertumbuh: Refleksi atas Surat I Korintus, cet. ke-2. Surabaya: Momentum.
Mulyasa, E., 2008. Menjadi Guru  Professional: Menciptakan Pembelajaran Kreatif dan Menyenangkan, ed. Mukhlis, cet. ke-7.  Bandung: PT Remaja Rosdakarya. 
Nainggolan,  J. M. 2007. Strategi Pendidikan Agama Kristen,
Non-Serrano,  Janse Belandina, 2009.  Professional Guru Dan Bingkai Materi: Pendidikan Agama Kristen SD, SMP, SMA, Bandung: Bina Media Informasi.
Piper, John. 2005. Penderitaan Kristus. Surabaya: Momentum.
Prasetya, L.,  2007. Menjadi Katekis: siapa takut? Yogyakarta: Kanisius.
Ryken, Leland, et. el. 2011. Kamus Gambaran Alkitab. Surabaya: Momentum.
Sapa’at, Asep,  2012. Stop Menjadi Guru. t.k.: Tangga Pustaka.
Setiawani, Mary dan Tong, Stephen. 1995.  Seni Membentuk Karakter Kristen. Jakarta: Lembaga Injili Indonesia.
Silitonga, Sam. 2011. Konsep Khotbah Tekstual. Medan: Penerbit Mitra.
Subakti, Yanti Rusla. 2005. Penyataan Allah: kumpulan Khotbah. Bandung: Ink Media.
Subakti, Yanti Rusla. 2005. Penyataan Allah: kumpulan Khotbah. Bandung: Ink Media.
Tong, Stephen, Peta dan Teladan Allah. Jakarta: Lembaga Reformed Injili Indonesia.
Tong, Stephen. 1993. Arsitek Jiwa I. Jakarta: Lembaga Reformed Injili Indonesia.
____________. 1993. Arsitek Jiwa I. Jakarta: Lembaga Reformed Injili Indonesia.
Tulus Tu’u. 2010. Pemimpin Kristiani yang Berhasil Jilid  I, Bandung: Bina Media Informasi.  
Verkuyl, J. 1995. Aku Percaya, pen. Soegiarto, cet.ke-16. Jakarta: Gunung Mulia.
Wijanarko, Jarot. 2005. Mendidik Anak: Untuk Meningkatkan Kecerdasan Emosional dan Sppiritual. Jakarta: PT Gramedia Pusaka Utama.
_____________. 2007. Anak Berakhlak Kecerdasan Spiritual. Jakarta: PT Happy Holy Kids.
Wongso, Peter. 1991. Theologia Penggembalaan. Malang: Seminari Alkitab Asia Tenggara.

Internet




[1]     Mary Setiawani dan Stephen Tong. 1995. Seni Membentuk Karakter Kristen. Jakarta: Lembaga Injili Indonesia, hlm. 38.
[2]     Stephen Tong. 1993. Arsitek Jiwa I. Jakarta: Lembaga Reformed Injili Indonesia, hlm. 8-9
[3]     Janse Belandina Non-Serrano, 2009.  Professional Guru Dan Bingkai Materi: Pendidikan Agama Kristen SD, SMP, SMA, Bandung: Bina Media Informasi, hlm. 4.
[4]     Sinclair B. Ferguson, Menemukan Kehendak Allah, pen. Jing Mik, ed. Hendry Ongkowidjojo, cetakan pertama, (Surabaya: Momentum, 2003), h.33.
[5]     Ferguson (2003), hlm. 33
[6]     J. D. Douglas (peny.). 1999. Ensiklopedi Alkitab Masa Kini, cet. 4. Jakarta: Yayasan Komunikasi Bina Kasih, jilid-2, hlm. 439.
[7]     Leland Ryken, et. el. 2011. Kamus Gambaran Alkitab, cet. 1. Surabaya: Momentum, hlm. 1063.
[8]     Billy Kristanto. 2008. Ajarlah Kami Bergumul: Refleksi atas Kitab Mazmur, cet. 1. Surabaya: Momentum,  hlm. 67.
[9]     Jarot Winarko. 2007. Anak Berakhlak Kecerdasan Spiritual. Jakarta: PT Happy Holy Kids, hlm. 47.
[10]    Janse Belandina Non-Serrano, 2009.  Professional Guru Dan Bingkai Materi: Pendidikan Agama Kristen SD, SMP, SMA, Bandung: Bina Media Informasi.  hlm 41.
[11]    E. Mulyasa,  2008. Menjadi Guru  Professional: Menciptakan Pembelajaran Kreatif dan Menyenangkan, ed. Mukhlis, cet. ke-7.  Bandung: PT Remaja Rosdakarya h. 46.
[12]    Andar Ismail. 2010.  Ajarlah Mereka Melakukan:Kumpulan Karangan Seputar PAK. cet. ke-7. Jakarta: BPK. Gunung Mulia.  hlm. 158.
[13]    Jarot Wijanarko. 2005. Mendidik Anak: Untuk Meningkatkan Kecerdasan Emosional dan Sppiritual, cet. 1. Jakarta: PT Gramedia Pusaka Utama, hlm. 39.
[14]    Yanti Rusla Subakti. 2005. Penyataan Allah: kumpulan Khotbah. Bandung: Ink Media, hlm. 89.
[15]    Stephen Tong. 1994. Peta dan Teladan Allah. Jakarta: Lembaga Reformed Injili Indonesia, hlm. 21.
[16]    J. M. Nainggolan, 2008.Strategi: Pendidikan Agama Kristen, cet. ke-1. Bandung: Generasi Info Media. hlm. 6.
[17]    Andar Gultom. 2007. Profesionalisme, Standar Kompetensi dan Pengembangan Profesi Guru PAK, cet. ke-1. Bandung: Bina Media Informasi, hlm. 30-31.

[18]    Tong (1993), hlm 56.
[19]    Tulus Tu’u. 2010. Pemimpin Kristiani yang Berhasil Jilid  I, cet. ke-1. Bandung: Bina Media Informasi, hlm. 21.  

[20]    Sinclar B. Ferguson. 2007. Kehidupan Kristen: Sebuah Pengantar Dokrinal, cet. ke-1. Surabaya: Momentum, hlm. 33.
[21]    Billy Kristianto. 2008. Ajarlah Kami Bertumbuh: Refleksi atas Surat I Korintus, cet. ke-2. Surabaya: Momentum, hlm 107.
[22]    Andar Ismail. 2001. Selamat Melayani: 33 Renungan Tentang Pelayanan, cet.  ke-5. Jakarta: BPK. Gunung Mulia, hlm. 3.

[23]    Bensen, Clarence H., 1986. Teknik Mengajar: Untuk Pelayanan Pendidikan di Gereja. cet. ke-3. Malang: Gandum Mas.  hlm. 13.

[24]    Yanti Rusla Subakti. 2005. Penyataan Allah: kumpulan Khotbah. Bandung: Ink Media, hlm. 89.
[25]    Michael Griffiths.1991. Maha Agung Maha Baik, cet.1. Jakarta: Gunung Mulia, hlm. 24.
[26]    John Piper. 2005. Penderitaan Kristus. Surabaya: Momentum, hlm. 24
[27]    Sam Silitonga. 2011. Konsep Khotbah Tekstual. Medan: Penerbit Mitra, hlm. 42
[28]    J. Verkuyl. 1995. Aku Percaya, cet.ke-16. Jakarta: Gunung Mulia, hlm. 147.
[30]    Peter Wongso. 1991. Theologia Penggembalaan. Malang: Seminari Alkitab Asia Tenggara, hlm. 108.
[31]    L. Prasetya. 2007. Menjadi Katekis: siapa takut?, cet. Ke-1. Yogyakarta: Kanisius, hlm. 47.
[32]   Sapa’at, Asep,  2012. Stop Menjadi Guru. t.k.: Tangga Pustaka. hlm. 65.
[33]    Stephen Tong. 1993. Arsitek Jiwa II, cet.1. Jakarta: Lembaga Reformed Injili Indonesia. hlm. 28.